#ResumeDaurahSyariyyah_24
#STAI_ALI_BIN_ABI_THALIB
#Catatan_Keempat
#Syaikh_Asyraf_binMahmud_alKinani_hafizhahullah
#Shohih_AlBukhari_Kitabut_Tauhid_02
BAGIAN 04
قال: يدعون له الولد، ثم يعافيهم ويرزقهم. تبين أن دعوى الولد أذى، وشرك.
ما نوع األذى هنا؟ شرك .
إذاً مناسب أن يدخل هذا الحديث تحت كتاب التوحيد، ألنه بّين هنا أن دعوى الولد
هلل أذى، ونوع األذى هنا مضاد للتوحيد: شرك باهلل عز وجل. دعوى الولد له.
Dia berkata: Mereka menyeru (mengklaim) bahwa Allah
mempunyai anak, lalu Dia tetap menyembuhkan mereka dan
memberi mereka rezeki.
Ini menunjukkan bahwa pengakuan bahwa Allah mempunyai
anak adalah gangguan dan kesyirikan. Apa jenis gangguan di
sini? Syirik.
Maka sesuai jika hadis ini dimasukkan dalam Kitab Tauhid,
karena dijelaskan bahwa klaim bahwa Allah mempunyai anak
merupakan gangguan, dan jenis gangguan ini bertentangan
dengan tauhid: syirik kepada Allah. Klaim bahwa Allah
mempunyai anak.
َح ًدا﴾
َ
ى َغْيِب ِه أ
ٰ
ْظ ِهُر َعلَ
غَ ْي ِب فَ ََل يُ
ْ
ُم ال
قال رحمه هللا تعالى: قول هللا تعالى: ﴿ َعاِل .
وأن هللا عنده علم الساعة، وأنزله بعلمه، وما تحمل من أنثى وال تضع إال بعلمه،
إليه يرد علم الساعة.
Semoga Allah merahmatinya, beliau berkata: Firman Allah
Ta'ala: "Dialah Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu."
Dan bahwa Allah-lah yang memiliki pengetahuan tentang hari
Kiamat, dan Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya. Tidak ada
satu pun perempuan yang mengandung atau melahirkan
kecuali dengan pengetahuan-Nya. Kepada-Nya dikembalikan
ilmu tentang hari Kiamat.
قال يحيى: الظاهر على كل شيء علما . ،ً والباطن على كل شيء علماً
قال حسناً خالد بن مطلب، قال: حدثنا، قال: حدثني عبد هللا بن عمر رضي هللا
عنهما أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال: مفاتح الغيب خمس، ال يعلمهن إال هللا: ال
يعلم ما تغيض األرحام إال هللا، وال يعلم ما في غد إال هللا، وال يعلم متى يأتي المطر
إال هللا، وال تدري نفس بأي أرض تموت، وال يعلم متى تقوم الساعة إال هللا .
Yahya berkata: Yang Dzahir (nyata) mengetahui segala sesuatu,
dan yang Batin (tersembunyi) pun mengetahui segala sesuatu.
Khalid bin Muthalib berkata dengan baik: Dia berkata kepada
kami, dia berkata: Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma
telah menceritakan kepadaku bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: "Kunci-
kunci perkara gaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya
selain Allah: Tidak ada yang mengetahui apa yang dikandung
oleh rahim kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui apa yang
terjadi besok kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui kapan
hujan akan turun kecuali Allah, tidak ada jiwa yang mengetahui
di bumi mana ia akan mati, dan tidak ada yang mengetahui
kapan hari Kiamat kecuali Allah."
قال: أحسن محمد بن مطر، قال: حدثنا سفيان، عن إسماعيل، عن الكعبي، عن
عائشة رضي هللا عنها، قالت: من زعم أن محمداً صلى هللا عليه وسلم رأى ربه فقد
َصا ُر﴾، ومن زعم أنه يعلم الغيب
ْب
أعظم على هللا الفرية، وهو يقول: ﴿َال تُ ْدِر ُكهُ ا ْألَ
َّال ََّّللاُ فقد كذب، وهو يقول: ﴿قُ ْل َال ﴾
ِ
غَ ْي َب إ
ْ
ْر ِض ال
َوا ِت َوا ْألَ
ُم َم ْن فِي ال َّس َما
َي ْعل . َ
Muhammad bin Mathar berkata dengan baik: Dia berkata,
Sufyan telah meriwayatkan kepada kami, dari Isma'il, dari AlKa'bi, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: "Barangsiapa
yang mengklaim bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم melihat Rabbnya, maka
ia telah membuat kebohongan besar terhadap Allah. Padahal
Dia berfirman: 'Penglihatan tidak dapat menangkap-Nya,' dan
barangsiapa mengklaim bahwa dia mengetahui yang gaib, maka
dia telah berdusta, sedangkan Allah berfirman: 'Katakanlah:
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui
perkara gaib selain Allah.'"
َح ًدا﴾، أيضاً هي من
َ
ى َغْيِب ِه أ
ٰ
ْظ ِهُر َعلَ
غَ ْي ِب فَ ََل يُ
ْ
ُم ال
هذه الترجمة: قول هللا تعالى: ﴿ َعاِل
جنس الترجمتين قبلها.
الترجمة بآية، والبخاري كما ترون يفعل هذا كثيرا،ً ألن الكَلم واضح، وليس هناك
أبلغ من كَلم هللا عز وجل.
ُم
ْ
َو ِعن َدهُ ِعل
َح ًدا﴾، ثم قال: ﴿
َ
ى َغْيِب ِه أ
ٰ
ْظِهُر َعلَ
غَ ْي ِب فَ ََل يُ
ْ
ُم ال
ثم قال: قول هللا تعالى: ﴿ َعاِل
ْر ٍض
َ
أ
ّيِ
َ
َو َما تَ ْدِري َنْف ٌس ِبأ
ْر َحاِم﴾. إلى قوله: ﴿
ُم َما فِي ا ْألَ
غَ ْي َث َوَي ْعلَ
ْ
ُل ال
َويَُن ّزِ
ال َّسا َع ِة
ٌم
َّن ََّّللاَ َعِلي
ِ
تَ َخِبي ٌر﴾ . ُمو ُت إ
Terjemahan bab ini: Firman Allah Ta’ala: "Dialah Yang
Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorang pun tentang yang gaib itu," juga termasuk dalam jenis
terjemahan seperti dua bab sebelumnya.
Terjemahan (judul bab) dengan ayat, dan Imam Bukhari sering
melakukan hal ini, karena maknanya jelas dan tidak ada yang
lebih fasih daripada firman Allah.
Kemudian beliau menyebutkan firman Allah Ta’ala: "Dialah Yang
Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorang pun tentang yang gaib itu," lalu beliau menyebutkan:
"Dan di sisi-Nya ilmu tentang hari Kiamat, dan Dia menurunkan
hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim..." hingga
firman-Nya: "Dan tidak ada jiwa yang mengetahui di bumi mana
ia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal."
إذا،ً اآلية األولى على اإلجمال: الغيب، واآلية الثانية فيها تفصيل لبعض هذا الغيب:
وأنزله بعلمه، ما تحمله من أنثى وال تضع إال بعلمه، يعلم أنها ستحمل وأنها ستلد،
أو يُول . َد لها ذكر أو أنثى، كل ذلك بعلمه، إليه يرد علم الساعة
Maka ayat pertama secara umum menyebutkan perkara gaib,
sedangkan ayat-ayat berikutnya merinci sebagian dari perkara
gaib tersebut: “Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya,” “tidak
ada perempuan yang mengandung atau melahirkan kecuali
dengan ilmu-Nya,” Dia mengetahui bahwa perempuan itu akan
mengandung dan melahirkan, apakah akan melahirkan anak
laki-laki atau perempuan – semua itu dengan ilmu-Nya. KepadaNya dikembalikan ilmu tentang hari Kiamat.
هذا تأكيد على اآلية األولى: أن هللا عنده علم الساعة، ثم أكد: ﴿إليه يُرد علم الساعة﴾،
ال أحد يعلم الساعة.
ومعرفة الساعة وأشراطها تشغل كثي ًرا من الناس، شغلهم ُشغ َل الشاغل، ألن الساعة
مهولة، فمنهم من يتكلم فيها بعلم، ومنهم من يتكلم فيها بجهل.
Ini merupakan penegasan terhadap ayat pertama bahwa Allah
memiliki pengetahuan tentang hari Kiamat, kemudian
ditegaskan lagi dengan firman-Nya: “Kepada-Nya dikembalikan
ilmu tentang hari Kiamat.” Tidak ada yang mengetahui kapan
terjadinya Kiamat.
Pengetahuan tentang Kiamat dan tanda-tandanya menyibukkan
banyak orang; mereka benar-benar terpaku padanya, karena
hari Kiamat itu dahsyat. Maka ada di antara mereka yang
berbicara tentangnya dengan ilmu, dan ada pula yang berbicara
tanpa ilmu.
إذا . ً هذه اآليات الخمس كلها ترجمة واحدة، وكلها تحمل وتؤكد نفس المعنى
يقول البخاري: قال يحيى، ويحيى هنا المراد به: "الظاهر على كل شيء علما،ً
والباطن على كل شيء علما." ً
Maka kelima ayat ini semuanya termasuk dalam satu judul bab,
dan semuanya menegaskan makna yang sama.
Imam Bukhari berkata: "Yahya berkata," dan yang dimaksud
dengan Yahya di sini adalah: "Yang Zahir (nyata) atas segala
sesuatu dengan ilmu, dan Yang Batin (tersembunyi) atas segala
sesuatu dengan ilmu."
يف ّسر بذلك قول هللا عز وجل: ﴿هو األول واآلخر والظاهر والباطن﴾.
فقوله: "هو الظاهر والباطن" يؤكد المراد هنا: أن هللا عز وجل عالم الغيب، فَل
يُظهر على غيبه أحداً.
Ucapan ini menafsirkan firman Allah Ta‘ala: "Dia-lah Yang Awal
dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan Yang Batin."
Maka firman-Nya: "Dia Yang Dzahir dan Yang Batin" juga
menegaskan makna bahwa Allah Maha Mengetahui segala yang
gaib, dan tidak memperlihatkan ilmu gaib-Nya kepada siapa
pun.
فهذا األثر عن يحيى، ماذا يسمى عند البخاري؟ أوًال: هل هو من الترجمة؟ ال. ليس
من الترجمة، وإنما هو حديث.
ٌء صحابي؟ ال، ليس
َرا
لكن ليس بحديث ألن البخاري لم يذكر إسنا ًدا، ويحيى فَ
صحابًيا.
ا على الصحابي، إنما هو أثر من السلف، فأورده. وهذا يسمى
ا ليس هو موقوفً
إذً
َّق
بدون إسناد: ماذا يسمى؟ ُمعَ . ل
Lalu atsar ini dari Yahya, apa namanya menurut istilah Imam
Bukhari? Pertama: apakah ini termasuk dalam judul bab? Tidak,
bukan bagian dari judul. Tetapi apakah ini hadis?
Bukan hadis, karena Imam Bukhari tidak menyebutkan
sanadnya. Apakah Yahya itu sahabat? Bukan.
Jadi ini bukan hadis yang berhenti pada sahabat (mauquf),
melainkan atsar dari kalangan salaf. Maka beliau
mencantumkannya. Dan penyebutan tanpa sanad disebut apa?
Mu‘allaq (terputus sanad dari perawi).
وهذا األثر عن يحيى يف ّسر قول هللا عز وجل: "هو الظاهر"، أي: على كل شيء
علما . ،ً يعني ال أحد يبلغ علم هللا عز وجل
فتف ّرد هللا عز وجل بالعلم، ومن ذلك: علم الغيب، والباطن على كل شيء علماً
كذلك.
Dan atsar dari Yahya ini menafsirkan firman Allah: "Dia-lah Yang
Zahir", yakni atas segala sesuatu dengan ilmu-Nya, maksudnya
tidak ada yang mencapai ilmu Allah Ta‘ala.
Maka Allah Ta‘ala Mahasendiri dalam hal ilmu, termasuk di
dalamnya adalah ilmu tentang yang gaib, dan Dia pun Maha
Mengetahui terhadap segala yang tersembunyi.
ثم أورد تحته حديثين. الحديث األول: حديث ابن عمر رضي هللا عنهما، أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال: مفاتح الغيب خمس، ال يعلمهن إال هللا .
ال يعلم ما تغيض األرحام، ما تغيض: يعني ما تنقص من مدة الحمل، وما تزيد.
Kemudian Imam Bukhari mencantumkan dua hadis. Hadis
pertama adalah riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Kunci-kunci perkara gaib ada lima,
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.”
Tidak ada yang mengetahui apa yang dikandung oleh rahim,
“ma tughīḍu al-arḥām” maksudnya adalah apa yang berkurang
dari masa kehamilan, maupun yang bertambah.
ألن الحامل قد تحمله تسعة أشهر على المعروف، وقد تنقص عن ذلك أسبو ًعا، وقد
تزيد أسبو ًعا، أسبوعين، ثَلثة، بل قد تزيد عن ذلك أكثر، وقد تنقص أكثر، حتى
إنها لتلد لستة أشهر.
Karena seorang wanita biasanya mengandung selama sembilan
bulan, namun bisa saja kurang satu minggu, atau lebih satu,
dua, atau tiga minggu. Bahkan bisa lebih dari itu, dan bisa pula
kurang dari itu, sampai-sampai seorang wanita bisa melahirkan
dalam enam bulan.
تعرفون على ما اختصر علي بن أبي طالب؟ وحمله وفصاله ثَلثون شهًرا.
Kalian tahu bagaimana Ali bin Abi Thalib memahami ayat: “dan
mengandungnya serta menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”
قال: وال يعلم ما في غد إال هللا، كلها مع ذات استثناء، نفي مع استثناء، كلها تدل
على الحصر والتخصيص.
وال يعلم متى يأتي المطر أحد إال هللا .
Beliau berkata: “Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi
besok kecuali Allah.” Seluruh pernyataan ini merupakan
penafian dengan pengecualian, yang menunjukkan makna
pembatasan dan pengkhususan.
Dan tidak ada yang mengetahui kapan hujan akan turun kecuali
Allah.
متى ينزل المطر؟ له موعده، وعمليات االستمطار ال تدخل في ذلك، ألنها قد
يستمطر هنا وال تمطر، وقد ال يستمطرون وتمطر.
وقد يستمطرون كثي ًرا فتمطر قليَل،ً وقد يستمطرون قليَلً فتمطر كثي ًرا.
Kapan hujan akan turun? Itu ada waktunya. Adapun teknologi
modifikasi cuaca (rekayasa hujan) tidak termasuk dalam hal ini,
karena bisa jadi dilakukan penyemaian awan namun tidak turun
hujan.
Dan bisa jadi tanpa penyemaian, hujan turun. Bisa juga disemai
besar-besaran, hujan hanya sedikit. Atau disemai sedikit, tapi
hujan turun banyak.
وال يعلم متى يأتي المطر إال هللا. وال تدري نفس بأي أرض تموت. كتب هللا عز
وجل الموت على اإلنسان موعده .وال يعلم متى تقوم الساعة إال هللا .
Tidak ada yang mengetahui kapan turunnya hujan kecuali Allah.
Dan tidak ada jiwa pun yang mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Allah telah menetapkan kematian manusia sesuai
waktunya. Dan tidak ada yang mengetahui kapan datangnya
hari Kiamat kecuali Allah.
هذا كله يؤكد على ماذا؟ على أن علم الغيب موجه إلى هللا وحده.
َح ًدا﴾
َ
ى َغْيِب ِه أ
ٰ
ْظ ِهُر َعلَ
غَ ْي ِب فَ ََل يُ
ْ
ُم ال
﴿ َعاِل .
Semua ini menegaskan apa? Bahwa ilmu tentang perkara gaib
hanya milik Allah semata.
"Dialah Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu."
وقوله: فَل يُظهر على غيبه أح ًدا، يعني: لم يُطلع أح ًدا على الغيب.
وقوله في الحديث: ال يعلمها إال هللا، تأكيد على هذا، ألنه قال: فَل يُظهر على غيبه
أحدًا.
Dan firman-Nya: “Dia tidak memperlihatkan kepada seorang
pun tentang yang gaib itu” artinya: Dia tidak memberikan
pengetahuan kepada siapa pun tentang yang gaib.
Dan sabda Nabi dalam hadis: “Tidak ada yang mengetahui
kecuali Allah” adalah penguat terhadap hal ini, karena Allah
berfirman: “Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun
tentang yang gaib itu.”
يعني: ال يُطلع على هذا الغيب أح ًدا من خلقه، فهذا الغيب محصور فيه، وال يشاركه
فيه أحد من خلقه، فَل شريك له في هذا.
Artinya: Allah tidak memberikan pengetahuan tentang yang
gaib ini kepada siapa pun dari makhluk-Nya. Maka perkara gaib
ini hanya milik-Nya semata, tidak ada satu pun makhluk yang
bisa berbagi dalam hal ini bersama-Nya. Tidak ada sekutu bagiNya dalam urusan ini.
وهنا: )ال يعلمها إال هللا( حصر، تدل عليه أداة "إال"، يعني نفي بعده استثناء.
فهو يدل على الحصر باهلل عز وجل، وهذا أي ًضا من معرفة التوحيد، ألن العلم
بالغيب من خصائص هللا وحده.
Di sini, frasa “tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah”
menunjukkan pembatasan (ḥaṣr), yang ditunjukkan oleh alat
istitsnā’ (pengecualian) “illa”.
Maksudnya adalah ada penafian, lalu pengecualian, yang
berarti pembatasan semata-mata kepada Allah. Ini juga bagian
dari pemahaman tauhid, karena pengetahuan tentang perkara
gaib adalah kekhususan Allah semata.
وقد جاء في الحديث: من قال "بفضل هللا وبرحمته"، فذلك مؤمن، ومن قال: "بفَلن
وبلون كذا وكذا"، فذلك كافر. أي: من نسب الخير إلى غير هللا فقد كفر، وهذا في
باب الفضل والرحمة ونزول المطر وغيره.
Dalam hadis disebutkan: “Barang siapa mengatakan ‘dengan
karunia Allah dan rahmat-Nya’, maka dia adalah orang beriman.
Tapi barang siapa mengatakan ‘karena si fulan, atau karena
warna begini dan begitu’, maka dia adalah kafir.”
Artinya: Barang siapa yang menyandarkan kebaikan atau nikmat
kepada selain Allah, maka ia telah kafir. Ini termasuk dalam hal
keberkahan, rahmat, turunnya hujan, dan yang semisalnya.
فالذي ال يؤمن أن المطر من عند هللا، وال يؤمن أن هللا عز وجل وحده يعلم متى
ينزل المطر، ويعتقد بالنجوم أو الكواكب، فقد أشرك باهلل عز وجل.
ذاك الحديث يفسر هذا الحديث، أي: حديث مفاتح الغيب.
Maka orang yang tidak meyakini bahwa hujan berasal dari
Allah, dan tidak percaya bahwa hanya Allah yang mengetahui
kapan hujan turun, serta meyakini bahwa bintang atau planet
berperan dalam hujan, maka dia telah berbuat syirik kepada
Allah.
Hadis tersebut menjelaskan hadis mifātīḥ al-ghaib (kunci-kunci
perkara gaib).
والحديث األخير في هذا الباب: حديث عائشة رضي هللا عنها، قالت: من حدثك أن
محمًدا رأى ربه، فقد كذب، وهو يقول: ﴿ال تُ ْدِر ُكهُ األبصا ُر﴾،
َوا ِت
ُم َمن فِي ال َّس َما
ومن حدثك أنه يعلم الغيب، فقد كذب، وهو يقول: ﴿قُ ْل ال َي ْعلَ
َّال هللاُ﴾
ِ
غَ ْي َب إ
ْ
ْر ِض ال
َوا ْألَ
.
Hadis terakhir dalam bab ini adalah dari Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata: “Barang siapa yang mengatakan bahwa
Muhammad صلى الله عليه وسلم melihat Rabbnya, maka dia telah berdusta,
padahal Allah berfirman: ‘Penglihatan tidak dapat menangkapNya’.
Dan barang siapa yang mengatakan bahwa beliau صلى الله عليه وسلم
mengetahui yang gaib, maka dia telah berdusta, padahal Allah
berfirman: ‘Katakanlah, tidak ada seorang pun di langit dan di
bumi yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah’.”
وهنا يريد البخاري من هذا الحديث: القسم األخير منه: "ومن حدثك أنه يعلم الغيب،
فقد كذب"،
وأراد بذلك أن يُدلل أن السلف -وعائشة منهم ومن علمائهم - يق ّرون هذه العقيدة
ويظهرون هلل أنه يعلم الغيب وحده.
Imam Bukhari rahimahullah ingin mengambil dari hadis ini
bagian akhirnya, yaitu: “Dan barang siapa yang mengatakan
bahwa beliau mengetahui yang gaib, maka dia telah berdusta.”
Beliau ingin menunjukkan bahwa para salaf, termasuk Aisyah,
dan dia termasuk ulama mereka, telah menetapkan akidah ini
dan menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang mengetahui yang
gaib.
فعائشة لما تقول: من حدثك أن محمدًا يعلم الغيب، فقد كذب، نفهم من ذلك أنها ترد
على من؟ على العرافين، والدجالين، ومّدعي النبوة، وغيرهم.
وهذا فيه أي ًضا فائدة في تفسير السلف للقرآن.
Ketika Aisyah berkata: “Barang siapa mengatakan bahwa
Muhammad mengetahui yang gaib, maka dia telah berdusta,”
maka kita memahami bahwa beliau sedang membantah siapa?
Para dukun, pendusta, dan para pengaku nabi palsu, serta yang
lainnya.
Ini juga mengandung manfaat tambahan, yaitu bentuk tafsir
dari para salaf terhadap Al-Qur’an.
َوا ِت
ُم َمن فِي ال َّس َما
فعائشة هنا ف ّسرت القرآن، ف ّسرت قول هللا تعالى: ﴿قُ ْل ال َي ْعلَ
َّال هللاُ﴾،
ِ
غَ ْي َب إ
ْ
ْر ِض ال
َوا ْألَ
وفسرت قول النبي صلى الله عليه وسلم: "ال يعلم الغيب إال هللا"، بهذا الحديث، وكَلهما تفسير لآليات
التي وردت في الترجمة.
Aisyah dalam hal ini telah menafsirkan Al-Qur’an, menafsirkan
firman Allah Ta‘ala: “Katakanlah: tidak ada satu pun di langit
dan di bumi yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah.”
Dan ia juga menafsirkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:” Tidak ada yang
mengetahui yang gaib kecuali Allah,” melalui hadis ini. Maka
hadis itu dan hadis ini menjadi penafsiran bagi ayat-ayat yang
disebutkan dalam judul bab.
وفيه أي ًضا فائدة جديدة: "من حدثك أن محمًدا رأى ربه فقد كذب، وهو يقول: ال
تُ ْدِر ُكهُ األبصار"، ما عَلقة هذه القطعة بعنوان الترجمة؟
هل لها عَلقة بعنوان الترجمة؟ عنوان الترجمة يقول: عالم الغيب، وأن هللا عنده علم
الساعة، وأنزله بعلمه.
Ada pula faedah baru: “Barang siapa yang mengatakan bahwa
Muhammad melihat Rabbnya, maka dia telah berdusta,
padahal Dia berfirman: ‘Penglihatan tidak dapat melihat-Nya’.”
Apa hubungan bagian ini dengan judul bab?
Apakah ada hubungannya dengan judul bab? Judul bab
menyebutkan: “Yang Mengetahui yang gaib,” dan bahwa Allah
memiliki ilmu tentang hari Kiamat dan menurunkannya dengan
ilmu-Nya.
ما عَلقتها بالترجمة؟ يظهر أن البخاري قصد القسم اآلخر من الحديث، وهو: "ومن
حدثك أنه يعلم الغيب، فقد كذب"، وهذا هو المقصود من إيراد الحديث.
Apa hubungannya dengan judul bab? Tampaknya Imam Bukhari
bermaksud mengambil bagian kedua dari hadis tersebut, yaitu:
“Dan barang siapa yang mengatakan bahwa beliau mengetahui
yang gaib, maka dia telah berdusta.” Inilah yang menjadi inti
dari penyebutan hadis itu dalam bab ini.
أحسن هللا إليكم. قال رحمه هللا تعالى: "قول هللا تعالى: السَلم المؤمن"...
قال: حدثنا أمير بن يوسف، قال: حدثنا أحمد بن يونس، قال: حدثنا زهير، قال:
حدثنا المصعب، قال: حدثنا مشيقب بن سلمة، قال: قال عبد هللا: كنا نصلي خلف
النبي صلى الله عليه وسلم ، فنقول: السَلم على هللا،
فقال النبي صلى الله عليه وسلم: إن هللا هو السَلم، ولكن قولوا: "التحيات هلل، والصلوات والطيبات،
السَلم عليك أيها النبي ورحمة هللا وبركاته، السَلم علينا وعلى عباد هللا الصالحين،
أشهد أن ال إله إال هللا، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله".
Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan. Dia (Imam
Bukhari) berkata, semoga Allah merahmatinya: “Firman Allah
Ta‘ala: As-Salām, Al-Mu’min...”
Diriwayatkan kepada kami oleh Amir bin Yusuf, dari Ahmad bin
Yunus, dari Zuhair, dari Al-Mush‘ab, dari Masyiqab bin Salamah,
dari Abdullah, ia berkata: Kami dahulu shalat di belakang Nabi
صلى الله عليه وسلم, lalu kami berkata: “As-salāmu ‘alallāh (Keselamatan atas
Allah).”
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya Allah itu adalah As-Salām
(Sumber keselamatan), tetapi katakanlah: ‘Segala
penghormatan, salawat, dan kebaikan adalah milik Allah,
keselamatan atasmu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan
berkah-Nya, keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba
Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah selain
Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.’”
باب: "قول هللا تعالى: السَلم المؤمن"، أي: إن هللا عز وجل هو السَلم، وهو
المؤمن، وهذه من أسمائه وصفاته، وهذا من أسمائه وصفاته.
Bab: Firman Allah Ta‘ala: As-Salām, Al-Mu’min, yaitu:
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah As-Salām dan AlMu’min. Ini adalah bagian dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
كيف نتعامل مع أسمائه وصفاته؟ كان الصحابة، كما جاء في الحديث، يقولون:
السَلم على هللا .
ًما ألصحابه كيف يتعاملون
ّ
هل يصح أن نقول هذا؟ فبين النبي صلى الله عليه وسلم إقامة للتوحيد، معِل
مع أسماء هللا تعالى وصفاته.
Bagaimana kita memperlakukan nama dan sifat Allah? Dahulu
para sahabat, seperti yang dikisahkan dalam hadis, berkata:
“Keselamatan atas Allah.”
Apakah boleh kita mengatakan hal ini? Maka Nabi صلى الله عليه وسلم
mengajarkan kepada mereka tauhid, dengan menjelaskan
bagaimana seharusnya memperlakukan nama dan sifat Allah.
قال: "إن هللا هو السَلم"، يريد بذلك قول هللا عز وجل: "السَلم المؤمن"، أي أن هللا
هو السَلم.
Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah As-Salām,” beliau
maksudkan dengan itu adalah firman Allah Azza wa Jalla: “AsSalām, Al-Mu’min,” yaitu bahwa Allah adalah Dzat Yang
Mmeberikan Kesalamatan.
ِم عليه وهو السَلم؟ إن هذا ال يصلح هلل
ّ
َسل
فكيف تقولون: السَلم على هللا؟ كيف تُ
عز وجل، إن هذا ال يصلح.
ولكن قولوا: التحيات هلل، والصلوات، والطيبات.
Maka bagaimana mungkin kalian mengatakan: “Keselamatan
atas Allah”? Bagaimana kalian memberi salam kepada-Nya
padahal Dia adalah As-Salām? Ini tidak pantas bagi Allah ‘Azza
wa Jalla. Ini memang tidak patut.
Namun katakanlah: Segala penghormatan, shalawat, dan
kebaikan hanyalah milik Allah.
يعني الذي يليق باهلل عز وجل أال تقولوا: السَلم على هللا، ولكن قولوا: التحيات هلل،
والصلوات، والطيبات.
Maksudnya, yang layak bagi Allah adalah bukan dengan berkata
“Keselamatan atas Allah”, melainkan dengan berkata: Segala
penghormatan, shalawat, dan kebaikan adalah milik Allah.
وهذا فيه تقرير أمٍر مهم، وهو أن التعامل مع أسماء هللا عز وجل وصفاته يجب أن
يكون بعلم، ويجب أن يكون على ال ُّس صلى الله عليه وسلم. َّنة، وعلى مقتضى ما جاء به النبي
فَل يتعامل المرء مع هللا عز وجل كما يتعامل مع البشر، وإنما هللا تعالى يُع َّظم،
َر َع لنا النبي
وتعظيمه أن تتعامل مع أسمائه وصفاته على ما َش صلى الله عليه وسلم، وعلى ما أراده
هللا تعالى.
Di dalam hal ini terdapat penegasan perkara penting, yaitu
bahwa dalam memperlakukan nama-nama Allah dan sifat-sifatNya, haruslah berdasarkan ilmu, dan harus sesuai dengan
sunnah serta tuntunan yang dibawa oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
Seseorang tidak boleh memperlakukan Allah sebagaimana ia
memperlakukan manusia, karena Allah harus diagungkan, dan
bentuk pengagungan terhadap-Nya adalah memperlakukan
nama dan sifat-Nya sesuai dengan syariat Nabi صلى الله عليه وسلم dan kehendak
Allah Ta‘ala.
فقال: قولوا التحيات هلل، والصلوات، والطيبات، السَلم عليك أيها النبي ورحمة هللا
وبركاته.
ّي
ِمون عل
ّ
يعني: إنما يصلح السَلم لي، ألني بش ٌر مثلكم فتسل .
Beliau bersabda: “Katakanlah: segala penghormatan, salawat,
dan kebaikan bagi Allah; keselamatan atasmu wahai Nabi
beserta rahmat Allah dan berkah-Nya.”
Maksudnya: ucapan salam itu layak ditujukan kepadaku, karena
aku adalah manusia seperti kalian, maka kalian memberi salam
kepadaku.
أما أن تقولوا: السَلم على هللا، وهللا هو السَلم، فهذا ال يليق باهلل تعالى.
السَلم علينا وعلى عباد هللا الصالحين، أي ًضا وعلى أقرانكم وأمثالكم وعلى سائر
الصالحين.
Adapun jika kalian berkata: “Keselamatan atas Allah,” padahal
Allah adalah As-Salām, maka ini tidak pantas ditujukan kepada
Allah Ta‘ala.
Ucapkanlah: “Keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba
Allah yang saleh,” yakni kepada sesama kalian, dan kepada
semua orang yang saleh.
ثم قال: أشهد أن ال إله إال هللا، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله.
ما فائدة ذكر هاتين الشهادتين بعد ذلك؟ تذكي ٌر بأن ما قيل قبل ذلك هو تقري ٌر لتوحيد
هللا عز وجل.
Lalu dikatakan: “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.”
Apa faedah dari penyebutan dua syahadat ini setelah itu?
Sebagai pengingat bahwa semua bacaan sebelumnya
merupakan bentuk penegasan terhadap tauhid kepada Allah
‘Azza wa Jalla.
فإذا توحيد هللا ليس مجرد كلمة تقولها: "أشهد أن ال إله إال هللا وأن محمدًا رسول
هللا"، وإنما يجب عليك أن تعمل بمقتضياتها.
Tauhid kepada Allah bukan sekadar ucapan: “Aku bersaksi
bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah,” melainkan kamu harus mengamalkan konsekuensinya.
حتى يقوم اإليمان في قلبه: "أشهد أن ال إله إال هللا"، يعني: ال معبود بحق إال هللا،
َو ِّح ُد هللا عز وجل
فتُ .
Sampai benar-benar tertanam dalam hati: “Aku bersaksi bahwa
tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah,” artinya: tidak
ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Maka
kamu mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla.
وأشهد أن محمدًا رسول هللا، أي: أن هللا أرسله، فتوحد النبي صلى الله عليه وسلم في رسالته. وهما
كلمتا التوحيد.
Dan “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,”
artinya bahwa Allah telah mengutus beliau. Maka engkau harus
meyakini bahwa risalah Nabi صلى الله عليه وسلم adalah satu-satunya yang benar.
Dua kalimat ini adalah kalimat tauhid.
فناسب أن يُقالَ ْت كلمتا التوحيد بعد الخطأ الذي بدر منهم، وبعد التصحيح،
قالوا: السَلم على هللا، قال: ما هكذا، وإني أقول: التحيات هلل، والصلوات،
Maka sangat tepat bahwa dua kalimat tauhid diucapkan setelah
kesalahan yang mereka lakukan, dan setelah Nabi صلى الله عليه وسلم
mengoreksinya.
Mereka mengatakan: “Keselamatan atas Allah,” maka Nabi صلى الله عليه وسلم
berkata: “Bukan begitu,” lalu beliau mencontohkan bacaan:
“Segala penghormatan, salawat,…”
السَلم عليك أيها النبي، السَلم علينا وعلى عباد هللا الصالحين، أشهد أن ال إله إال
هللا وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله.
“Keselamatan atasmu wahai Nabi, keselamatan atas kami dan
atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada
ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.”
فمناسبة ِذكر الشهادتين هو التذكير، ثم أصبح هذا اللفظ كله من ألفاظ التشهد في
الصَلة .
Maka penyebutan dua kalimat syahadat di sini berfungsi
sebagai pengingat, dan kemudian seluruh bacaan tersebut
menjadi bagian dari lafaz tasyahhud dalam salat.
لذلك تجد أن البخاري أورده أين؟ في كتاب الصَلة.
Karena itulah kamu dapati bahwa Imam Bukhari
mencantumkan hadis ini di Kitab ash-Shalah (Kitab tentang
Salat).
وهذا من دقة البخاري في ترتيب األحاديث بحسب داللة الحديث،
ًما ليس هذا من منهاجه، قد يكرر الحديث، لكن ليس كما يكرر
لكن ذكرنا لكم أن مسل
البخاري.
Ini menunjukkan ketelitian Imam Bukhari dalam menyusun
hadis-hadis berdasarkan makna dan konteks.
Namun telah kami sebutkan sebelumnya bahwa Imam Muslim
tidak mengambil metode seperti ini; beliau memang kadang
mengulang hadis, tapi tidak sebanyak dan tidak sevariatif Imam
al-Bukhari.
البخاري يكرر الحديث ويقطعه بحسب موطن الشاهد منه.
Imam al-Bukhari sering mengulang hadis dan memotongmotongnya sesuai dengan bagian yang menjadi titik penguat
(syāhid) untuk bab tertentu.
نعم، أحسن هللا إليكم. قال رحمه هللا تعالى: فيه عن ابن عمر، عن النبي صلى هللا
عليه وسلم.
قال: حدثنا أحمد بن صالح، قال: حدثنا ابن وهب، قال: أخبرني سعيد، عن أبي
هريرة رضي هللا عنه، عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال: "يقبض هللا األرض يوم
القيامة، ويطوي السماء بيمينه، ثم يقول: أنا الملك، أين ملوك األرض؟ ."
Benar, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Beliau
(Al-Bukhari) rahimahullah berkata: Di dalamnya terdapat
riwayat dari Ibn ‘Umar dari Nabi صلى الله عليه وسلم.
Diriwayatkan oleh Ahmad bin Shalih, dari Ibn Wahb, dari Sa‘id,
dari Abu Hurairah ra. dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda: “Allah
menggenggam bumi pada Hari Kiamat, dan melipat langit
dengan tangan kanan-Nya, lalu berkata: Akulah Raja, di mana
para raja bumi itu?”
ا واح ًدا، وهو حديث أبي هريرة رضي هللا عنه، قال: يحمل
أورد البخاري تحته حديثً
هللا األرض يوم القيامة، ويطوي السماء بيمينه، ثم يقول: أنا الملك، أين ملوك
األرض؟
ويُف َّسر بذلك قول هللا عز وجل: ﴿ملك الناس، إله الناس﴾.
Imam Bukhari mencantumkan di bawahnya satu hadis, yaitu
dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Allah akan memegang bumi
pada Hari Kiamat, dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya,
lalu berkata: Akulah Raja, di mana para raja bumi itu?”
Hadis ini menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla: “Raja manusia,
Rabb manusia.”
ما المراد بقول: "ملك الناس"؟ أي: أنه هو المالك، ومن أسمائه وصفاته أنه الملك.
فهو يملكهم يوم القيامة، ويملك مصيرهم، وهو المتصرف فيهم، ال يُنازع في ملكه
أحد.
Apa yang dimaksud dengan "Raja manusia"? Yaitu bahwa Dialah
pemilik sesungguhnya, dan dari nama serta sifat-Nya adalah AlMalik (Yang Maha Merajai).
Dia menguasai mereka di Hari Kiamat, mengatur nasib mereka,
dan tidak ada seorang pun yang bisa menyaingi-Nya dalam
kekuasaan.
قوله: "يقبض هللا األرض يوم القيامة"، هذا يدل على أنه يملك األرض، وأن األرض
وما عليها تحت تصرفه.
وقد جاء في بعض األحاديث: قول هللا عز وجل: ﴿والسماوات مطويات بيمينه﴾.
Sabda beliau “Allah menggenggam bumi pada Hari Kiamat”
menunjukkan bahwa Dia memiliki bumi, dan bahwa bumi serta
seluruh isinya berada dalam kendali-Nya.
Dan telah datang dalam sebagian hadis: firman Allah Azza wa
Jalla: “Dan langit-langit digulung dengan tangan kanan-Nya.”
فلما قرأها النبي صلى هللا عليه وسلم، قال: هكذا، وقبض يده. أي: يق ّرب للناس
الصورة، وليس فيه تشبيه.
Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم membaca ayat itu, beliau bersabda: “Begini,”
sambil menggenggam tangannya. Ini adalah pendekatan makna
untuk memudahkan gambaran bagi manusia, dan tidak
mengandung unsur tasybih (penyerupaan Allah dengan
makhluk).
فَل يتوهم عاقل التشبيه، إال من ال عقل له، ألن هللا تعالى قال: ﴿ليس كمثله شيء
وهو السميع البصير﴾.
م أمته توحيد هللا وتنزيهه عن مشابهة المخلوقين.
ّ
والنبي صلى الله عليه وسلم هو الذي عل
Tidak ada orang yang berakal akan membayangkan adanya
penyerupaan kecuali orang yang tidak berakal, karena Allah
berfirman: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya,
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم lah yang mengajarkan kepada umatnya tentang
tauhid dan mensucikan Allah dari kemiripan dengan makhluk.
فقوله: "والسماوات مطويات بيمينه" يُفَ َّسر به المراد: أن هللا مالك الدنيا واآلخرة،
ومن ملكه أن السماوات كلها مطوية بيمينه.
وأنها ال تساوي شيئًا أمام عظمة هللا عز وجل.
Firman-Nya: “Dan langit-langit digulung dengan tangan kananNya” dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Allah adalah
pemilik dunia dan akhirat.
Sebagian dari kekuasaan-Nya adalah bahwa seluruh langit
berada dalam genggaman-Nya. Dan langit itu tidak ada artinya
dibandingkan dengan keagungan Allah.
ثم قال: "يقبض هللا األرض يوم القيامة"، فنؤمن بهذا على ظاهره، وأن هللا يقبض
األرض بيده.
وهذا فيه إثبات صفة اليد هلل عز وجل، وأن له يميًنا، كما ورد في الحديث: "وكلتا
يدي هللا يمين ."
Kemudian dikatakan: “Allah menggenggam bumi pada Hari
Kiamat,” maka kita beriman dengan zahir maknanya, bahwa
Allah menggenggam bumi dengan tangan-Nya.
Ini adalah penetapan sifat tangan bagi Allah Azza wa Jalla, dan
bahwa Allah memiliki tangan kanan, sebagaimana dalam hadis:
“Kedua tangan Allah adalah kanan.”
فنحن نُثِبت الصفة على معناها المعروف، ونفّوض الكيفية، ال نعلمها، ألن هللا قال:
﴿ليس كمثله شيء وهو السميع البصير﴾.
Kita menetapkan sifat tersebut sebagaimana maknanya yang
dikenal, dan menyerahkan (tawfid) cara dan bentuknya kepada
Allah. Kita tidak mengetahuinya, karena Allah berfirman: “Tidak
ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya, dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”
فاهلل يقبض األرض ويطوي السماء بيمينه، ثم يقول: أنا الملك، أين ملوك األرض؟
يعني: هل يستطيع أحٌد من ملوك األرض أن يقبض األرض كما يفعل هللا؟ ال
يستطيع.
Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan
kanan-Nya, lalu berkata: “Akulah Raja, di mana para raja bumi?”
Artinya: adakah satu pun dari raja-raja di dunia ini yang mampu
menggenggam bumi sebagaimana Allah melakukannya? Tidak
mungkin.
فأنتم لستم ملو ًكا حقيقيين، بل أنتم ملوك دون ملك هللا، والملك الحقيقي هو هللا.
Maka kalian bukanlah raja-raja yang hakiki. Kalian hanyalah
raja-raja kecil di bawah kekuasaan Allah. Raja yang sejati
hanyalah Allah.
هو الملك القدوس السَلم المؤمن المهيمن العزيز الجبار المتكبر، سبحان هللا عما
يشركون.
Dialah Al-Malik, Al-Quddūs, As-Salām, Al-Mu’min, AlMuhaymin, Al-‘Azīz, Al-Jabbār, Al-Mutakabbir. Maha Suci Allah
dari segala yang mereka sekutukan dengan-Nya.
فرعون قال: "ما علمت لكم من إله غيري"، فهل يستطيع أن يفعل ما فعله هللا؟ هل
يستطيع أن يقبض األرض بيمينه؟ ال.
Fir‘aun pernah berkata: “Aku tidak mengetahui adanya Rabb
bagi kalian selain diriku,” lalu apakah dia mampu melakukan
apa yang dilakukan Allah? Apakah ia bisa menggenggam bumi
dengan tangannya? Tidak bisa.
بل هل يستطيع أن يقبض نصف األرض التي عاش فيها؟ أو يقبض نهر النيل الذي
كان يشرب منه؟ ال يستطيع.
Bahkan, apakah ia bisa menggenggam separuh bumi tempat ia
tinggal? Atau menggenggam Sungai Nil yang menjadi sumber
minumnya? Ia tidak mampu.
ليس بملك حقيقي. وقد أخرج البيهقي في "شعب اإليمان" خب ًرا في هذا الباب،
فإذاً
وهو خبر ال يُصدق وال يُكذب، وتجوز روايته.
Maka jelaslah bahwa ia bukan raja sejati. Al-Baihaqi
meriwayatkan dalam Syu‘ab al-īmān satu kisah dalam hal ini,
yang tidak bisa dibenarkan atau didustakan (mauquf), dan
boleh meriwayatkannya.
وفيه أن أهل مصر أتوا فرعون فقالوا: يا فرعون، إن النيل قد غاب، يعني لم ينزل،
فاجِر . لنا النيل
Dalam kisah itu disebutkan bahwa penduduk Mesir datang
kepada Fir‘aun dan berkata: “Wahai Fir‘aun, sungai Nil telah
menghilang (tidak mengalir), maka alirkanlah untuk kami Sungai
Nil itu.”
قال: فخرج فرعون ومعه القوم، حتى إذا اقترب من الليل أمرهم أن يقفوا هناك. ثم
ذهب إلى النيل، فغمس رجليه فيه، وأنزل وجهه قرابة إلى الماء، ثم وضع إصبعه
في الماء، ثم قال: "اللهم إنك تعلم أنه ال يُجري الني َل غيرك، فأجِر ." لنا النيل
قال: فهدر النيل، فرجع إليهم، فقال: "أجري ُت لكم النيل."
Dikatakan bahwa Fir‘aun keluar bersama kaumnya, hingga
ketika malam hampir tiba, ia memerintahkan mereka untuk
berhenti di satu tempat. Lalu ia pergi ke Sungai Nil,
mencelupkan kakinya ke dalamnya, mendekatkan wajahnya ke
air, lalu mencelupkan jarinya ke dalam air, dan berkata: “Ya
Allah, Engkau mengetahui bahwa tak ada yang bisa mengalirkan
Sungai Nil selain Engkau. Maka alirkanlah untuk kami Sungai Nil
ini.”
Lalu Sungai Nil pun mengalir. Ia kembali kepada kaumnya dan
berkata: “Aku telah mengalirkan Sungai Nil untuk kalian.”
هذا المتجبر المتكبر، الذي قال: "ما علم ُت لكم من إل ٍه غيري"، هذا من األخبار التي
تجوز روايتها.
فقال مرة أخرى: "اللهم إنك تعلم أني أعلم أنه ال يُجري النيل غيرك، فأجِر لنا
النيل".
Si angkuh dan sombong ini, yang pernah berkata: “Aku tidak
mengetahui adanya Rabb bagi kalian selain diriku,” kisah ini
termasuk khabar (riwayat) yang boleh diriwayatkan meskipun
tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Lalu ia mengulang lagi perkataannya: “Ya Allah, Engkau tahu
bahwa aku tahu tidak ada yang dapat mengalirkan Sungai Nil
selain Engkau, maka alirkanlah Sungai Nil untuk kami.”
فهو يعلم أنه كان، ويعلم أنه ليس بإله، ويعلم أنه يخدع قومه فيطيعونه.
يعلم كل ذلك، وال أحد يستطيع أن ي ّدعي ما اختص هللا عز وجل به. وأول من يعلم
ذلك هو المّدعي نفسه، وإن صدقه الناس.
Dia tahu bahwa dia hanyalah manusia, dan bahwa dia bukanlah
Rabb. Dia juga tahu bahwa ia sedang menipu kaumnya, dan
mereka tetap menaatinya.
Dia tahu semua itu. Tidak ada satu pun makhluk yang dapat
mengklaim apa yang hanya menjadi kekhususan Allah. Orang
pertama yang tahu kebenaran ini adalah si pengklaim itu
sendiri—walaupun ia dipercaya oleh manusia.
لذلك يجب علينا أن ندعو إلى التوحيد، ونُقيمه دوماً.
Oleh karena itu, kita wajib menyeru kepada tauhid dan
menegakkannya sepanjang waktu.
لنا، ثم زرته في قرية من
حدثني أحد زمَلئنا وقد ُز ْرتُه في مصر، وكان زميَلً
قرى الشرقية.
َمثَل التالي؟" قلت: "ما هو؟" قال: "القصة التي يُقال
فلما زرته قال: "هل سمعت بال
فيها: )إحنا دافنينه سوا(." قلت: "ما هي؟ ذكرني بها".
Seorang teman kami menceritakan kepadaku—aku pernah
mengunjunginya di Mesir, ia adalah kawan lama, dan aku
mengunjunginya di salah satu desa di wilayah Syarqiyyah.
Saat aku mengunjunginya, ia berkata: “Pernah dengar
peribahasa: ‘Kita yang menguburnya bareng’?” Aku menjawab:
“Apa maksudnya? Ingatkan aku.”
قال: "قال رجل ألخيه: كل الناس عندهم مقامات يطوف الناس بها، غير نحن في
قريتنا، وكلهم وراءها الدراهم والدنانير. فبدأنا نعمل مقام في البلد، فذبحنا بقرة،
ودفّناها، ثم بنينا عليها قب ًرا، ثم قبة، وقلنا: هذا مقام الولي فَلن".
"فأصبح الناس يأتون شيئًا فشيئًا، حتى أصبحوا يدعون عند هذا القبر، ويضعون فيه
األموال".
Ia berkata: “Seorang laki-laki berkata kepada saudaranya:
Semua orang punya makam (wali) yang diziarahi orang, kecuali
kita di desa ini. Padahal mereka semua mengincar dirham dan
dinar (uang). Maka kami mulai membuat sebuah makam di
desa: kami menyembelih seekor sapi, menguburkannya, lalu
kami bangun di atasnya sebuah kuburan, kemudian kubah, lalu
kami katakan bahwa ini adalah makam wali Fulan.”
Maka orang-orang pun mulai berdatangan sedikit demi sedikit,
hingga mereka mulai berdoa di makam itu, dan meletakkan
uang di sana.
"فجاء األخ يو ًما إلى هذا القبر، فوجد أخاه يطوف مع الناس، فقال له: )هللا! ده إحنا
دافنينه سوا!(".
فقال له أخوه: "تريدني أن أصدق نفسي وأكذّب هؤالء؟ هؤالء يطوفون، ويدعون،
ويقع لهم ما يريدون"!
Suatu hari sang saudara datang ke makam itu, dan ia mendapati
saudaranya sedang bertawaf bersama orang-orang. Maka ia
berkata kepadanya: “Astaghfirullah! Bukankah kita yang
menguburnya bareng?”
Saudaranya menjawab: “Mau kau suruh aku percaya pada diriku
sendiri dan dustakan semua orang ini? Lihat, mereka bertawaf,
berdoa, dan hajat mereka terkabul!”
. يُضرب
قال له: "إحنا دافنينه سوا!"، فأصبحت مثَلً
قال لي هذا الزميل: "هذه القصة وقعت في قريتنا، وهللا، وكنت أظنها من نسج
الخيال"!
Ia pun berkata kepadanya: “Tapi kita yang ngubur dia barengbareng!” Maka jadilah ungkapan ini sebuah peribahasa.
Temanku itu berkata padaku: “Kisah ini benar-benar terjadi di
desa kami, demi Allah! Dulu aku kira ini cuma dongeng belaka.”
لكن هكذا يفعل الشرك بأهله. وهذا ما يصنعه االنحراف بالعقول.
Namun inilah yang dilakukan syirik terhadap para pelakunya.
Beginilah penyimpangan menghancurkan akal manusia.
م التوحيد للناس، وقع فيهم مثل هذا
َّ
فإذا لم تُقَم دعوة التوحيد، ولم يُعل .
Jika dakwah tauhid tidak ditegakkan, dan tidak diajarkan kepada
manusia, maka penyimpangan-penyimpangan seperti inilah
yang akan menimpa mereka.
ألن الشبهات تأتي وتترسخ في القلوب شيئًا فشيئًا، خاصة إذا قيل: "ذهب ُت إلى القبر
الفَلني، وأخذ ُت منه خرقة، فوضعته على نفسي، فحملت"!
Karena syubhat-syubhat akan datang dan menetap di hati
sedikit demi sedikit, khususnya jika ada yang berkata: “Aku
pergi ke makam si Fulan, mengambil sehelai kain dari sana,
menempelkannya ke tubuhku, lalu aku hamil!”
ثم تقول امرأة أخرى: "صدقتها"، ثم أخرى، حتى يتحول إلى اعتقاد عند الناس.
Kemudian wanita lain berkata: “Aku percaya,” lalu yang lain ikut
mempercayainya—hingga akhirnya itu berubah menjadi
keyakinan dalam masyarakat.
ولو أن التوحيد كان قائ ًما في قلوبهم، لما وقع مثل هذا االنحراف.
Andai tauhid tertanam kokoh di dalam hati mereka, niscaya
penyimpangan seperti itu tidak akan terjadi.
فالدعوة إلى التوحيد دعوة عظيمة، ال يُستهان بها، وعلى المسلم أن يُذ ّكر نفسه بها
كل وقت.
Maka dakwah kepada tauhid adalah dakwah yang sangat agung,
tak boleh diremehkan, dan setiap Muslim harus senantiasa
mengingatkan dirinya tentang hal ini setiap saat.
ويقرأ كتاب التوحيد، ويدعو إلى التوحيد، ويُذ ّكر الناس بالتوحيد.
Ia harus membaca Kitāb at-Tauhīd, menyeru kepada tauhid, dan
mengingatkan manusia akan tauhid.
حتى قيل للشيخ ابن باز رحمه هللا: "فرغ ُت من كتاب التوحيد"، قال: "اقرأه مرة
أخرى"، قال: "ثم ماذا؟" قال: "اقرأ كتاب التوحيد".
Sampai-sampai pernah dikatakan kepada Syaikh Ibn Bāz
rahimahullah: “Saya sudah selesai membaca Kitāb at-Tauhīd,”
beliau menjawab: “Bacalah lagi.” Orang itu bertanya: “Setelah
itu apa?” Beliau menjawab: “Bacalah Kitāb at-Tauhīd lagi.”
ألنك كلما قرأته، كلما ابتدأ َت من جديد.
Karena setiap kali engkau membacanya, sesungguhnya engkau
sedang memulai dari awal lagi.
وقد كان من عادة السلف، وبعض عامة الناس في عصورهم، أن يجلسوا في حلق
العلم َطوال حياتهم.
Sudah menjadi kebiasaan para salaf, dan sebagian masyarakat
awam di masa mereka, untuk senantiasa duduk di majelis ilmu
sepanjang hidup mereka.
يعني أن الجلوس في حلق العلم والتعلم على أيدي أهل العلم هو منهج حياة.
Artinya, menghadiri majelis ilmu dan belajar kepada para ulama
adalah jalan hidup.
يعني هو مثل الطعام والشراب، تبقى تأكل وتشرب إلى أن تموت، وكذلك العلم.
Sebagaimana makanan dan minuman yang dibutuhkan sampai
seseorang meninggal, demikian pula ilmu.
تبقى تجلس في مجالس العلماء إلى أن تموت، فَل يقول اإلنسان: تعلم ُت، فَل حاجة
لي إلى العلم.
Seseorang tetap duduk di majelis ulama sampai ia wafat. Maka
janganlah seseorang berkata, “Aku sudah belajar, tak butuh ilmu
lagi.”
أن يُذ َّكر بها اإلنسان هو علم التوحيد
وأخ ّص خصائص العلوم التي يجب دوما . ً
Ilmu yang paling khusus dan paling utama untuk selalu
diingatkan kepada manusia adalah ilmu tauhid.
وال يقول اإلنسان: أنا تعلمت التوحيد وكفى، وال يقول: قرأت كذا، وكتاب كذا،
وكتاب كذا.
Seseorang tidak boleh berkata, “Saya sudah belajar tauhid,
cukup,” atau “Saya sudah membaca kitab ini dan itu.”
وألجل ذلك، نحن اآلن نقرأ معكم كتاب التوحيد من صحيح البخاري، وأنتم قد قرأتم
العقيدة في عدة كتب قبل ذلك.
Karena itu, sekarang kami membaca bersama kalian Kitāb atTawḥīd dari Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, padahal kalian sebelumnya telah
membaca beberapa kitab akidah.
فلماذا أتيتم إلى هذه الدورة المباركة لتقرؤوا كتاب التوحيد من صحيح البخاري؟
لماذا؟
Lalu kenapa kalian tetap datang ke daurah yang penuh berkah
ini untuk membaca Kitāb at-Tawḥīd dari Ṣaḥīḥ al-Bukhārī?
Mengapa?
لكي نقيم التوحيد في قلوبنا، ونُذ ّكِر به، وحتى نشحذ الهمم، فندعو إلى التوحيد في
كل وقت وحين.
Agar kita menegakkan tauhid dalam hati, saling mengingatkan,
dan membangkitkan semangat untuk terus menyeru kepada
tauhid setiap saat.
وصلى هللا وسلم على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين.
Semoga salawat dan salam tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarganya, dan seluruh sahabatnya.
نعم، كويس إن شاء هللا. من عند القرآن فليبدأ، صدق. ال أسمع منكم شيئا،ً سواء كان
سؤاال،ً أو مداخلة، أو إضاءة، أو استفساراً.
Ya, bagus inSyaAllah. Mari mulai dari al-Qur’an, benar-benar.
Saya belum mendengar dari kalian—baik pertanyaan,
tanggapan, tambahan, atau permintaan penjelasan.
حين بقي من وقت المحاضرة ما بقي، خصصناه لنسمع منكم. أحسن هللا إليكم
شيخنا.
Karena masih ada sisa waktu dari kajian ini, maka kami
khususkan untuk mendengarkan dari kalian. Semoga Allah
membalas Anda dengan kebaikan, wahai guru kami.
قال أحد الحضور: عندي سؤال وجيه، وأفرحني جدا.ً الصحابة، هل هم كلهم على
مرتبة واحدة؟
Salah satu peserta berkata: “Saya punya pertanyaan penting,
dan sangat membuat saya gembira. Apakah seluruh sahabat
berada pada tingkat (keutamaan) yang sama?”
نعم. انطَلقاً من هذا الحديث، هل يجوز لإلنسان، ألنه يحب هذه السورة دائما،ً أن
ه التوحيد(
ُّ
يرددها؟ كما قال: )رحمة هللا تعالى، حيث قال: كل .
Ya. Berdasarkan hadits ini, apakah boleh seseorang mengulangulang surat (al-Qur’an) karena dia sangat menyukainya? Seperti
disebut dalam hadits: “Semua kandungannya adalah tauhid.”
ِورداً
نعم، يجوز للمرأة أو الرجل أن يُردد آية من القرآن، ويقرؤها دوما،ً ويجعلها
بر، ويتعبد هللا بها.
ُّ
في الصباح والمساء، ليدعو نفسه إلى التذ ُّكر والتد
Ya, diperbolehkan bagi perempuan atau laki-laki untuk
mengulang ayat al-Qur’an secara terus-menerus,
menjadikannya wirid pagi dan sore, untuk mengingat dan
merenungkan isinya, serta beribadah kepada Allah dengannya.
وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يُردد سورة حتى يصبح. فيجوز مثل هذا، وال بأس
به.
Telah diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau mengulang satu
surat sampai fajar. Maka hal ini diperbolehkan dan tidak
mengapa.
وهذا أص ٌل موجود في الحديث الذي ذكرناه اليوم: ذاك الرجل الذي كان يُردد سورة
اإلخَلص.
Dan ini memiliki dasar dalam hadits yang kita bahas hari ini:
tentang lelaki yang mengulang-ulang surat al-Ikhlāṣ.
لكن هل يجوز لإلنسان أن يقرأ سورةً واحدةً فقط كل يوم طوال العام؟ نقول: ال، هذا
ِخَلف السنة.
Namun, apakah boleh seseorang hanya membaca satu surat
saja setiap hari sepanjang tahun? Jawabannya: tidak, karena itu
menyelisihi sunnah.
لماذا؟ ألنك إذا قرأت في الصلوات، فاقرأ بحسب ما ورد في سنة النبي صلى الله عليه وسلم، تُطيل
في المغرب، وتُقصر في الفجر أحيانا . ،ً وتنِّوع في السور
Kenapa? Karena jika seseorang membaca surat dalam salat,
maka bacalah sesuai dengan tuntunan Nabi صلى الله عليه وسلم: kadang
memperpanjang dalam Maghrib, kadang memendekkan dalam
Subuh, dan bervariasi dalam bacaan suratnya.
لكن إ ْن فعل َت ذلك أحيانا . ،ً كأ ْن تقرأ سورة اإلخَلص في الركعتين، فَل بأس
Namun, jika dilakukan sesekali—seperti membaca surat alIkhlāṣ dalam kedua rakaat—maka itu tidak mengapa.
الناس اليوم قد يستغربون لو قرأ اإلمام في العشاء سورة اإلخَلص في األولى
والثانية، لكن هل هذا جائز؟ نعم، جائز، لكن من غير كثرة كَلم.
Saat ini, orang-orang mungkin heran jika imam membaca surat
al-Ikhlāṣ di dua rakaat salat Isya, namun apakah itu boleh? Ya,
boleh, asalkan tidak terlalu banyak dibicarakan.
ُ الصحابي الذي فعلها، قال له النبي صلى الله عليه وسلم حبها. فقال: إنها صفة
تفعلها؟ قال: إني أ
َ
: ِلم
الرحمن. فاجتهد هو، والناس شكوه.
Seorang sahabat yang melakukan hal itu ditanya oleh Nabi صلى الله عليه وسلم:
“Mengapa engkau melakukannya?” Ia menjawab, “Aku
mencintainya.” Nabi berkata, “Itu adalah sifat ar-Rahman.”
Sahabat itu berijtihad, namun orang-orang tetap
mengadukannya.
نعم، إلى النبي صلى هللا عليه وسلم، قالوا: يكررها، وبعضهم تُقال له: ما تقرأ إال
هذا؟
Ya, kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, mereka berkata: “Ia mengulang-ulang surat
itu.” Sebagian lainnya mengatakan: “Apakah hanya surat ini
yang kamu baca?”
فناسب الحال هنا أن يُبّين النبي صلى الله عليه وسلم أنها ليست قليلة، وإن كانت حروفها قليلة، فإنها
تعدل ثلث القرآن.
Maka keadaan saat itu menuntut Nabi صلى الله عليه وسلم untuk menjelaskan
bahwa surat tersebut tidaklah sedikit nilainya. Meskipun hurufhurufnya sedikit, namun ia sebanding dengan sepertiga alQur’an.
فالشيء بمعناه وثقله، وليس األمر بكثرة القراءة، وإنما األمر بماذا؟ بالعمل، وبإقامة
التوحيد. هذا مراد النبي صلى الله عليه وسلم.
Sebab nilai suatu hal terletak pada makna dan bobotnya, bukan
pada kuantitas bacaannya. Yang penting adalah pengamalan
dan penegakan tauhid. Inilah maksud Nabi صلى الله عليه وسلم.
وإال، فَل يقول ّن قائل: يعني أن إمام المسجد ال يقرأ إال سورة اإلخَلص في كل
الصلوات، مثَلً في كل صَلة جهرية وعلى مدار العام.
Kalau tidak demikian, bisa saja ada orang berkata: “Berarti
imam masjid boleh hanya membaca surat al-Ikhlāṣ dalam setiap
salat jahriah sepanjang tahun.”
ال، ال، ال، ألنه خالف بذلك السنة.
Tidak, tidak boleh, karena itu menyelisihi sunnah.
لكن، لو فعل ذلك فكررها في بعض الصلوات، محاكاةً لهذا الصحابي، وعمَلً
بإقرار النبي صلى الله عليه وسلم لذلك الصحابي، نعم، هذا من السنة.
Namun jika hal itu dilakukan sesekali dalam sebagian salat,
meneladani sahabat tersebut dan mengamalkan persetujuan
Nabi صلى الله عليه وسلم terhadapnya, maka itu termasuk sunnah.
وجاء، نعم. وهو أنا ليست امتثل هناك. هي ستة؟ هي بنت؟ ال.
Telah datang (riwayatnya), ya. Tapi bukan itu maksudnya.
Apakah dia anak perempuan? Bukan.
جزاك هللا خي ًرا على التنبيه. هذا من فتح الباري؟ نعم.
Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas
peringatannya. Apakah ini dari Fatḥ al-Bārī? Ya.
العاِلم به قال: إن زينب ابنة النبي، أين المتحدث؟ ال أراه. من أبي العاص؟ من
المتحدث؟ أعد يا شيخ. أعد ما تقول.
Ulama yang menelitinya berkata bahwa itu adalah Zainab, putri
Nabi. Di mana yang berbicara? Saya tidak melihatnya. Dari Abū
al-‘Āṣ? Siapa yang bicara? Ulangi wahai Syekh.
قال: يكون ابنها. أجاب: هي لينة، كما وقع في رواية أبي أنس، المذكورة في
مصطلح: زينب من؟ النبي؟ نعم.
Ia berkata: itu adalah anaknya. Dijawab: Ia (perawi)
menyebutnya Līnah, sebagaimana yang muncul dalam riwayat
Abī Anas, dalam istilah: Zainab siapa? Putri Nabi? Ya.
وهذا البنها من أبي العاص، منها. جزاك هللا خي ًرا. شكًرا على التلبية.
Dan itu adalah anaknya dari Abū al-‘Āṣ, yaitu dari Zainab.
Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Terima kasih atas
tanggapannya.
عرفتم ماذا يقول؟ ها؟ لما قال: ابنته، حديث رائع. أي حديث؟ رقم كم؟ سبعة آالف
وثَلثمئة واثنان وسبعون .
Tahukah kalian apa yang dikatakan? Ya? Ketika disebut
“putrinya”—itu hadits yang indah. Hadits nomor berapa? 7372.
عن أسامة بن زيد قال: كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم إذ جاءه رسول إحدى بناته يدعوه.
Dari Usāmah bin Zayd, ia berkata: Kami bersama Nabi صلى الله عليه وسلم, lalu
datang seseorang dari salah satu putrinya, mengundangnya.
إحدى بناته، من هي؟ نحن ال نعلم، لم يُذكر من هي، ولعل البنات في اإلسَلم ليس
فيه َن ْصب.
Salah satu putrinya—siapa dia? Kita tidak tahu, karena tidak
disebutkan siapa dia, dan mungkin penyebutan anak
perempuan dalam Islam tidak menunjukkan kekhususan.
فأخونا يقول: ُوجد في فتح الباري أنها زينب ابنة النبي صلى الله عليه وسلم. جزاك هللا خي ًرا.
Maka saudara kita berkata: “Disebutkan dalam Fatḥ al-Bārī
bahwa dia adalah Zainab, putri Nabi صلى الله عليه وسلم. “Semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan.
نعم. نعم يا شيخ. خَلص. الصحابة والسَلم على هللا. عليهم أن تكون التحية هلل.
Ya. Ya, wahai Syekh. Cukup. Tentang sahabat dan ucapan
‘Assalāmu ‘alā Allāh’—seharusnya penghormatan itu diarahkan
kepada Allah (dengan cara yang benar).
يعني، هل اإلنسان، هل يعني برؤية القلب؟ نعم. نعم. وإياك إن شاء هللا .
Maksudnya, apakah manusia bisa melihat Allah dengan hati?
Ya. Ya. Dan semoga Anda juga, insyaAllah.
التحيات هنا: ”التحيات هلل والصلوات والطيبات“، التحيات يعني هي السَلم، هي
السَلم.
Ucapan at-Taḥiyyāt di sini—“Segala penghormatan, salawat,
dan kebaikan adalah milik Allah”—penghormatan itu berarti
salam, yaitu as-salām.
لكن لما كان هللا عز وجل اسمه من أسمائه وصفاته ”السَلم“، نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن
تقول: السَلم على هللا .
Namun karena Allah جل جلاله memiliki nama dan sifat “as-Salām”,
maka Nabi صلى الله عليه وسلم melarang untuk mengatakan: as-salāmu ‘alā Allāh
(salam atas Allah).
وإنما تقول: التحيات هلل، وإن كانت التحيات هنا والسَلم بمعنى قريب.
Yang benar adalah mengucapkan: at-taḥiyyātu lillāh, meskipun
maknanya dekat dengan salam.
لكن لما ُعِدل عن لفظة السَلم إلى التحيات، عدلت وذُكر معناها، ذُكر معنى السَلم.
فعدلت عن السَلم إلى معناها.
Namun ketika lafaz salām dihindari dan diganti dengan taḥiyyāt,
maknanya tetap disebutkan—yaitu makna salam. Maka dipilih
lafaz yang berbeda namun maknanya tetap sama.
وهذا الذي عليه أهل العلم. مثلما يقولون في قوله تعالى: ”ال ّرحمن على العرش
استوى“، يفسرون االستواء بأنه: عَل وارتفع.
Dan ini yang dipegang oleh para ulama. Seperti dalam firman
Allah: ar-Raḥmān ‘alā al-‘Arsyi istawā—yang dijelaskan dengan
makna: tinggi dan meninggi.
والعلو واالرتفاع هو نفسه االستواء، لكنه يُف َّسر بهذا اللفظ.
Dan makna ‘uluw (ketinggian) dan irtifā‘ (peninggian) itu adalah
esensi dari istiwā’, hanya saja dijelaskan dengan kata-kata
tersebut.
وأما سؤالك الثاني: هل يجوز أن نرى هللا عز وجل بقلوبنا؟
Adapun pertanyaan kedua: Apakah boleh kita melihat Allah جل جلاله
dengan hati kita?
هللا تعالى ال يُرى بالعين. ال تُدركه األبصار، وهو يُدرك األبصار في الدنيا.
Allah جل جلاله tidak bisa dilihat dengan mata. Penglihatan tidak dapat
mencakup-Nya, sedangkan Dia melihat seluruh pandangan di
dunia ini.
وإنما متى يُرى؟ ها؟ سترون ربكم عياًنا، ال تُضامون في رؤيته، كما ترون القمر
ليلة البدر.
Kapan Allah dapat dilihat? Kalian akan melihat Rabb kalian
dengan mata kepala, tidak berdesakan dalam melihat-Nya—
sebagaimana kalian melihat bulan purnama.
فالرؤيا الثابتة هلل عز وجل في اآلخرة، أما في الدنيا فَل يراه أحد.
Penglihatan terhadap Allah جل جلاله yang sahih hanya terjadi di
akhirat. Adapun di dunia, tidak ada seorang pun yang bisa
melihat-Nya.
َر بل إن النبي صلى الله عليه وسلم ربه
لما ُصعد به إلى السماء، لم ي .
Bahkan ketika Nabi صلى الله عليه وسلم dimi‘rajkan ke langit, beliau tidak melihat
Rabbnya.
ولو كان يجوز ألحد أن يرى ربه جل في عَله، لرآه النبي صلى الله عليه وسلم في تلك الليلة.
Kalau saja diperbolehkan bagi seseorang untuk melihat
Rabbnya جل جلاله, maka pastilah Nabi صلى الله عليه وسلم telah melihat-Nya di malam
itu.
فتقول عائشة: تقول في حديث آخر: من زعم أن محمداً رأى ربه فقد أعظم على هللا
الِف ْرية.
Aisyah berkata dalam hadis lain: "Barang siapa mengklaim
bahwa Muhammad telah melihat Rabbnya, maka sungguh ia
telah membuat kebohongan besar terhadap Allah."
َصا ُر﴾، فمن باب أولى أال يراه أحد وهو في الدنيا، رؤية العين
ْب
﴿ال تُ ْدِر ُكهُ ا ْألَ
المقصودة.
Firman Allah: "Tidak ada penglihatan yang mampu menangkapNya." Maka terlebih lagi, tidak ada seorang pun yang dapat
melihat-Nya di dunia—yang dimaksud adalah penglihatan
dengan mata kepala.
ِبتون صفة الرؤية هلل عز وجل بداللة النصوص
ْ
أما رؤية العين في اآلخرة، السلف يُث
عليها.
Adapun penglihatan dengan mata kepala di akhirat, maka para
salaf menetapkan adanya sifat melihat Allah berdasarkan dalildalil nash.
وأما الرؤية القلبية هلل تعالى، ترى هللا بقلبك، ترى هللا بقلبك.
Adapun tentang "melihat Allah dengan hati"—engkau melihat
Allah dengan hatimu, melihat-Nya dengan batinmu.
الرؤية القلبية إن كان معناها: اإلحسان، أن تعبد هللا كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه
يراك، فَل بأس به.
Jika yang dimaksud dengan "melihat dengan hati" adalah
makna ihsan: "Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya, dan jika tidak bisa melihat-Nya, maka ketahuilah
bahwa Dia melihatmu"—maka itu tidak mengapa.
ُوصف لكم من صفات هللا عز وجل فتعبدوا هللا كأنكم ترونه، فهذا أقوم في
يعني إذا
العبادة وأكمل في العبادة وأفضل.
Artinya: bila sifat-sifat Allah dijelaskan kepadamu, maka
beribadahlah seakan-akan engkau melihat-Nya. Ini lebih lurus,
lebih sempurna, dan lebih utama dalam ibadah.
أما الرؤية القلبية بمعنى أن هللا قريب منك، بمعنى أن هللا عز وجل يُلهم عبده الخير،
ويُلهم عبده الصواب، فَل بأس به بهذا المعنى.
Adapun jika "melihat dengan hati" dimaknai bahwa Allah dekat
denganmu, dan bahwa Allah mengilhamkan kebaikan serta
petunjuk kepada hamba-Nya, maka tidak masalah dengan
makna ini.
ألن العبد إذا كان قريباً من هللا تعالى، فإن هللا تعالى يُلهمه الصواب ويدله على
الخير.
Sebab apabila seorang hamba dekat kepada Allah, maka Allah
akan mengilhamkan kebenaran kepadanya dan menunjukinya
kepada kebaikan.
لكن بالمعنى البدعي، الذي يدعيه البعض، أنه رأى هللا بقلبه، وأنه يشعر بأن هللا
ّى له، فهذا من أفعال أهل الباطن الذين يؤمنون
حوله، وأن هللا جاءه، وأن هللا تجل
بالحلول واالتحاد.
Namun jika dimaknai secara bid‘ah, seperti yang diklaim
sebagian orang bahwa ia telah melihat Allah dengan hatinya,
merasakan bahwa Allah ada di sekelilingnya, atau bahwa Allah
datang dan menampakkan diri kepadanya—maka ini adalah
keyakinan ahli kebatinan yang mempercayai hulul (penyatuan)
dan ittihad (kesatuan).
فيقولون: إن هللا ح ّل بفَلن، ويقولون: إن هللا رأى هللا بقلبه، ألن في قلبك جز ًءا من
هللا، َح . ّل في قلبك
Mereka berkata: “Allah telah menyatu dalam diri si fulan.”
Mereka mengatakan: “Ia melihat Allah dengan hatinya karena
dalam hatinya ada bagian dari Allah yang menyatu di situ.”
.
فبهذا المعنى الشركي البدعي، ال يجوز. هذا معنى باطل جملة وتفصيَلً
Maka dengan makna syirik dan bid‘ah seperti itu, hal ini tidak
diperbolehkan. Ini adalah pemahaman yang batil, secara
keseluruhan dan rinciannya.
ألنكم تعرفون مذهب الحلول واالتحاد، يقولون: إن هللا عز وجل— تعالى هللا علواً
كبيرا— ي يتكّون من أجزاء، وكل شيء في هذا الكون حا ٌّل فيه جز ٌء من ً
ّ
شي ٌء ُكل
أجزاء هللا .
Karena kalian mengetahui mazhab hulul dan ittihad: mereka
mengatakan bahwa Allah—Mahasuci Allah setinggi-tingginya—
adalah sesuatu yang universal yang terdiri dari bagian-bagian,
dan segala sesuatu di alam ini mengandung bagian dari Allah.
ويقولون: إن الذين عبدوا العجل ما عبدوا غير هللا، وإنما قالوا: ألن جزءاً من هللا
ح ّل في العجل، فلما توجهوا إلى العجل، فتحاهم أنهم عبدوا جزء هللا الذي في
العجل، فكأنهم عبدوا هللا .
Mereka juga berkata: “Orang-orang yang menyembah anak sapi
itu tidak menyembah selain Allah.” Alasannya: karena bagian
dari Allah telah menyatu dalam anak sapi tersebut, sehingga
ketika mereka menyembah anak sapi, menurut mereka seakanakan menyembah bagian dari Allah yang ada dalam anak sapi
itu.
وبعضهم يقول: ما في الجبة إال هللا، أو ي ّدعي أنه اتحد مع الخالق، فصار هو
والخالق شيئا . ً واحدا،ً فسقطت عنه التكاليف، وسقطت عنه العبادات
Sebagian dari mereka bahkan berkata: “Yang ada dalam jubah
ini hanyalah Allah,” atau mengklaim bahwa ia telah bersatu
dengan Sang Pencipta, sehingga ia dan Sang Pencipta menjadi
satu kesatuan. Maka gugurlah semua kewajiban syariat dan
ibadah atasnya.
بهذا المعنى الباطني نعم، وهم يقولون هذا في حق النبي صلى هللا عليه وسلم، وليس
في حق الناس.
Dengan pemahaman kebatinan seperti ini, ya. Bahkan mereka
berkata demikian tentang Nabi صلى الله عليه وسلم, bukan hanya orang biasa.
وأما ما قاله بعض أهل العلم، أن هذا ليست رؤية، ألن هللا يقول: ﴿ال تُ ْدِر ُكهُ
األبصا ُر﴾، وعائشة تقول: من زعم أن محمدا . ً رأى ربه فقد أعظم على هللا فرية
Adapun sebagian ulama berkata bahwa itu bukanlah sebuah
penglihatan, karena Allah berfirman: “Penglihatan tidak dapat
menangkap-Nya”, dan Aisyah berkata: “Barang siapa mengklaim
bahwa Muhammad telah melihat Rabbnya, sungguh dia telah
membuat kedustaan besar terhadap Allah.”
ْخ َرى﴾، بعضهم ف ّسره بأنه رأى هللا تعالى، والراجح
ُ
أ
َولَقَ ْد َرآهُ َن ْزلَةً
وهذا الحديث: ﴿
َر هللا، إنما المقصود: رأى الملك، ملكاً من المَلئكة
أنه لم ي .
Adapun firman Allah: “Dan sungguh dia (Muhammad) telah
melihatnya dalam penurunan yang lain”—sebagian
menafsirkannya bahwa beliau melihat Allah. Tapi pendapat
yang kuat adalah bahwa beliau tidak melihat Allah, melainkan
melihat malaikat, salah satu dari para malaikat.
وأما هذا األثر: "رأيت ربي في أحسن صورة"، نعم، ح َمله العلماء على أنها رؤية
بين األحاديث، وبين اآلية، وهذه األحاديث
قلبية، جمعا . ً
Adapun atsar: “Aku melihat Rabbku dalam bentuk terbaik”—ya,
para ulama menafsirkannya sebagai penglihatan secara batiniah
(qalbiyah), sebagai bentuk kompromi antara ayat-ayat dan
hadis-hadis yang ada.
نعم، إذا رأى — يعني وأنا ال أعلم الحديث ثابت أو ال — لكن نُخرجه إن شاء هللا
لكم ونذكره في الدرس القادم بإذن هللا تعالى.
Ya, apabila dia melihat — dan saya sendiri tidak tahu apakah
hadis ini sahih atau tidak — tetapi insyaAllah kami akan
keluarkan (riwayatnya) untuk kalian dan menyebutkannya pada
pelajaran berikutnya dengan izin Allah Ta‘ala.
====PERTANYAAN========
شي ُخنا، ذُكر في قول: "ثم قال فيه: ابن عمر عن النبي صلى هللا عليه وسلم"، وذُكر
حديث أبي هريرة. ابن عمر؟
Wahai Syaikh, disebutkan dalam lafaz: “Kemudian disebutkan di
dalamnya: dari Ibnu ‘Umar dari Nabi صلى الله عليه وسلم“, dan disebut juga
hadis Abu Hurairah. (Bagaimana dengan) Ibnu ‘Umar?
َي
نعم، هذا من باب االختصار. قال البخاري: "قول هللا تعالى: ملك الناس"، فيه ُر ِو
عن النبي صلى هللا عليه وسلم. ثم ذكر حديث أبي هريرة، ولم يذكر حديث ابن
عمر. هذا من باب اإلشارة.
Ya, ini termasuk bentuk ringkasan. Al-Bukhari berkata: "Firman
Allah Ta‘ala: Raja manusia," di dalamnya disebutkan riwayat dari
Nabi صلى الله عليه وسلم. Kemudian ia menyebutkan hadis Abu Hurairah, dan
tidak menyebut hadis Ibnu ‘Umar. Ini bentuk isyarat saja.
وما ذكرناه لكم أن البخاري رحمه هللا عليه يُشير إلى بعض الطرق والروايات، أو
سببه. أليس كذلك؟
Sebagaimana kami jelaskan kepada kalian bahwa Al-Bukhari,
rahimahullah, kadang memberi isyarat kepada sebagian jalan
periwayatan atau sebab turunnya (ayat). Bukankah demikian?
ا في ذلك، ثم ذَ َكر حديث أبي هريرة في ذلك،
ُكم على أن البن عمر حديثً
ْ
فهذا من َدل
وحديث أبي هريرة قريب من حديثه، لكنه اختار هنا أن يذكر حديث أبي هريرة؛
ألنه أظهر في المعنى.
Jadi ini menunjukkan bahwa ada hadis dari Ibnu ‘Umar tentang
hal tersebut, lalu beliau menyebut hadis Abu Hurairah yang
maknanya mendekati. Tapi Al-Bukhari memilih untuk menyebut
hadis Abu Hurairah karena maknanya lebih jelas dalam konteks
tersebut.
فَلحظوا هنا لما قال: "فيه عن ابن عمر رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه
وسلم"، لم يذكر إسنادًا. أليس كذلك؟
Perhatikan, ketika Al-Bukhari berkata: “di dalamnya dari Ibnu
‘Umar ra dari Nabi صلى الله عليه وسلم, “ia tidak menyebutkan sanad lengkap.
Bukankah begitu?
البخاري في صحيحه يذكر إسناد الحديث إذا أراد أن يسوقه على شرطه، لكن قد
يومئ به إلى حديث ذَ َكره بإسناٍد في موضع آخر.
Al-Bukhari dalam Shahih-nya biasanya mencantumkan sanad
lengkap jika hendak membawakan hadis sesuai syaratnya.
Namun, kadang ia hanya memberi isyarat ke hadis yang ia
bawakan secara lengkap di tempat lain.
فهذا من أساليب البخاري في ترتيب صحيحه. أسلوب يعني تارة يكون فيه اختصار،
وكان يقصد به اإلشارة إلى األدلة.
Ini adalah salah satu metode Al-Bukhari dalam menyusun
Shahih-nya—yaitu kadang menggunakan gaya ringkasan dan
bertujuan memberikan isyarat kepada dalil-dalil yang terkait.
وتارة يقصد به االكتفاء بدليل واحد، وأن دليَلً واح ًدا يكفيك، وأنه ال يلزم للمستدل
أن يذكر كل األحاديث في الباب.
Dan terkadang beliau bermaksud menunjukkan bahwa satu
dalil saja sudah cukup, dan tidak wajib bagi orang yang
berhujah untuk menyebut seluruh hadis yang terdapat dalam
satu bab.
فالمرء إن كان صاحب حق، يكفيه أن يثبت الحكم من القرآن مرة، أو من السنة
مرة. يكفيه.
Maka seseorang, jika ia berpegang pada kebenaran, cukup
baginya menetapkan hukum dari satu ayat dalam Al-Qur’an
atau satu hadis dari Nabi. Itu sudah cukup.
والعلماء، علماء األصول، تكلموا على مثل هذا تحت باب تكثير األدلة. هل يجوز
تكثير األدلة؟ أو هل تكثير األدلة على الشيء أمٌر محمود؟ نعم، أمٌر محمود.
Para ulama ushul telah membahas hal ini dalam bab taktsīr aladillah (memperbanyak dalil). Apakah memperbanyak dalil itu
diperbolehkan? Apakah itu sesuatu yang terpuji? Ya, itu terpuji.
وتكثير األدلة يُثبت الحق. لكن إن لم تكن األدلة كثيرة، أو لم يثبت إال دلي ٌل واحد،
فهل يسقط الحكم؟ ال. نعم. ألن الحديث الواحد أو اآلية الواحدة وحي.
Memperbanyak dalil menguatkan kebenaran. Tapi jika dalilnya
tidak banyak, atau hanya ada satu dalil, apakah hukum menjadi
gugur? Tidak. Karena satu hadis atau satu ayat saja sudah
termasuk wahyu.
وما دام الحديث ثابتًا، فيجب العمل به. فالحديث ُح ّجة بنفسه. نعم.
Selama hadis itu sahih, maka wajib diamalkan. Sebab hadis
merupakan hujjah (dalil) dengan sendirinya. Ya.
هل يُو َصف هللا بالتحية؟ ال. ال يُو َصف هللا بالتحية. وإنما من معاني السَلم: التحية،
مك من كل آفة ومكروه
َّ
ومعاني السَلم: التسليم، والسَلم هو الذي َس . ل
Apakah Allah boleh disifati dengan "salam" dalam arti sapaan
(penghormatan)? Tidak, Allah tidak disifati dengan
"penghormatan." Namun, dari makna kata “salam” adalah
keselamatan, dan Allah adalah Dzat yang menyelamatkanmu
dari segala bencana dan keburukan.
على غرار ما قلنا قبل قليل، نقول: "الرحمن على العرش استوى". نقول: استوى
استوا . ًء يليق بجَلله وعظمته
Sebagaimana yang kita bahas tadi, kita katakan: "Ar-Rahmān
bersemayam di atas ‘Arsy", kita katakan: "Bersemayam dengan
cara yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya."
فالصفة هنا ما هي؟ "استوى". من معاني االستواء: ماذا؟ االرتفاع.
Jadi, sifat yang disebutkan di sini adalah "bersemayam"
(istiwā’). Salah satu makna dari istiwā’ adalah “tinggi.”
فهل نقول: ارتفع هللا ارتفا ًعا يليق بجَلله؟ ال. وإنما نقول: اللفظ هو "استوى" يليق
بجَلله وعظمته.
Apakah kita boleh mengatakan: “Allah tinggi dengan ketinggian
yang sesuai dengan keagungan-Nya?” Tidak. Yang kita katakan
adalah sesuai lafaz yang disebutkan: istiwā’—bersemayam—
dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
وإن كان من معنى االستواء: االفتتاح، نعم. ألن االرتفاع والعلو واالستعَلء، هذه
كلها من معاني االستواء.
Meskipun makna dari istiwā’ bisa juga “menguasai” atau
“mengambil tempat”, ya. Karena makna-makna seperti
meninggi, luhur, dan berkuasa semuanya terkandung dalam
makna istiwā’.
لكن اللفظ الذي في القرآن والسنة هو ماذا؟ "استوى"، فنقتصر عليه.
Namun lafaz yang ada dalam Al-Qur’an dan sunnah adalah
istiwā’, maka kita cukupkan diri dengan lafaz tersebut.
ِّرب معناه إلى األفهام
لكن ال مانع أن نُفَ ِّسر هذا اللفظ لغة لنُقَ .
Tapi tidak mengapa kita menjelaskan makna lafaz ini secara
bahasa agar maknanya lebih dekat dan mudah dipahami.
وهذا الذي فعله النبي صلى هللا عليه وسلم، فأشار: "السماوات مطويات بيمينه"،
ليقرب ذلك إلى األفهام، ال ليشبه يده بيد الخلق.
Inilah yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana saat beliau
bersabda: "Langit-langit dilipat dengan tangan kanan-Nya,"
sebagai pendekatan kepada pemahaman manusia, bukan untuk
menyamakan tangan-Nya dengan tangan makhluk.
هذا من باب تقريب المعنى. لكن نحن نُثِبت الصفات هلل عز وجل من غير تحريف
وال تكييف وال تأويل وال تعطيل.
Ini hanya bentuk pendekatan makna. Adapun kita menetapkan
sifat-sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa tahrif (mengubah
makna), tanpa takyif (menentukan bagaimana), tanpa ta’wil
(menyimpangkan makna), dan tanpa ta‘thil (meniadakan
makna).
هي التي نقول عنها: نثبت ما أثبته هللا لنفسه، وننفي ما نفاه هللا عن نفسه، ثم نفسرها
بالمعاني األخرى، لكن ال نُ . ِقيم المعاني األخرى مقام اللفظ
Inilah yang kami maksud bahwa kami menetapkan apa yang
Allah tetapkan untuk diri-Nya, dan meniadakan apa yang Allah
tiadakan dari diri-Nya. Kami boleh menjelaskan makna katanya,
namun tidak menggantikan lafaz aslinya dengan penjelasan itu.
وإنما نقف على اللفظ، وهذا أسلم. وهذا أسلم. وبعض المسائل فيها تفصيل.
Kita berhenti pada lafazh aslinya. Itu lebih selamat. Dan
memang, sebagian masalah ini ada rincian-rincian khusus.
ِل ِه َش ْي ٌء َو ُهَو ال َّسِمي ُع الَب ِصي ُر﴾
ْ
َس َكِمث
ْي
ونؤمن بقول هللا عز وجل: ﴿ل . َ
Dan kita beriman kepada firman Allah ‘azza wa jalla: "Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat."
فالذي يُنكر علينا هذا الكَلم، إنما نقول له: أنت قام في ذهنك التشبيه.
Maka orang yang mengingkari ucapan ini, kita katakan
kepadanya: Engkaulah yang dalam benakmu muncul unsur
penyerupaan (tasybih).
حينما قلنا إننا نُثبت اليد هلل، قام في ذهنك أن يد هللا تشبه يد المخلوق.
Ketika kami mengatakan bahwa kami menetapkan sifat
"tangan" bagi Allah, dalam benakmulah muncul bahwa tangan
Allah seperti tangan makhluk.
أنت المشّبه، نحن لسنا مشّبهة. أنت المشّبه، قام بذهنك التشبيه.
Engkaulah yang menyerupakan. Kami bukanlah kaum yang
menyerupakan Allah. Engkaulah yang membuat penyerupaan
itu dalam benakmu.
فأردت أن تف ّر من هذا الخطأ الذي قام في ذهنك، فوقع َت في بدعة أشنع، وهي
التعطيل.
Lalu engkau ingin lari dari kesalahan yang muncul di benakmu
itu, tapi justru engkau jatuh ke dalam bid‘ah yang lebih parah,
yaitu meniadakan sifat (ta‘thil).
ّطل َت معنى الصفة
فع .
Akhirnya engkau meniadakan makna sifat tersebut.
والتعطيل هنا للقرآن، وهدٌم للسنة، ألن المطلوب منك أن تؤمن بالقرآن والسنة على
ظواهرها.
Dan ta‘thil seperti ini adalah bentuk pembatalan terhadap AlQur’an dan penghancuran terhadap Sunnah, karena yang
dituntut darimu adalah beriman kepada Al-Qur’an dan Sunnah
berdasarkan makna lahiriahnya.
ال يأتي دليل يدل على إرادة غير الظاهر.
Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah
makna selain makna lahiriah (zahir).
فما دام أن الظاهر لم يأ ِت على خَلفه، فنحن على الظاهر.
Selama tidak ada dalil yang menyelisihi makna lahirnya, maka
kita tetap berada pada makna lahir.
والعمل بالظاهر واجب.
Beramal berdasarkan makna lahir adalah wajib.
االختَلل، بل ال تنضبط أحوالنا، وال استدالالتنا، وال فهمنا للقرآن والسنة، وال فهمنا
لبعضنا البعض، إال في الظاهر.
Kekacauan akan terjadi—bahkan tidak akan teratur keadaan
kita, dalil-dalil kita, pemahaman kita terhadap Al-Qur’an dan
Sunnah, serta pemahaman kita terhadap satu sama lain—
kecuali jika kita berpegang pada makna lahiriah.
ألني أتكلم لكم بكَلم اآلن، وكَلمي ال تفهمونه، كيف تفهمونه؟ تح ّملونه على ظاهره
أم على الباطن؟
Karena sekarang saya sedang berbicara kepada kalian, dan
perkataan saya ini tidak akan kalian pahami—bagaimana cara
kalian memahaminya? Apakah kalian memahaminya
berdasarkan makna lahir atau makna tersembunyi (batin)?
الباطن، لكل واحد منكم تفسيره مختلف! ال يمكن أن تفهموا كَلمي إال إذا حّملتموه
على الظاهر.
Kalau pakai makna batin, maka setiap orang dari kalian akan
punya tafsir yang berbeda! Tidak mungkin kalian memahami
perkataan saya kecuali dengan memaknainya secara lahiriah.
ّي ظاهر؟ اللغة التي تعرفونها ونعرفها، والتي أتكلم بها وتسمعونها
أ .
Makna lahiriah yang mana? Yaitu bahasa yang kalian kenal dan
saya juga kenal—yang saya ucapkan dan kalian dengar.
فَل يمكن أن نفهم بعضنا إذا تعاملنا بالتأويَلت.
Maka tidak mungkin kita saling memahami jika kita saling
berinteraksi dengan takwil-takwil (tafsiran menyimpang).
فمثلها يا إخواني الكرام، نحن نفهمه بيننا، ونحن نعرف السنة، ونعرف المراد،
ولسنا بمشّبهة وال مج ّسمة.
Maka demikian pula, wahai saudara-saudara sekalian, kita bisa
saling memahami satu sama lain. Kita mengenal Sunnah, kita
tahu maksudnya, dan kita bukanlah kaum yang menyerupakan
(tasybih) atau yang mewujudkan bentuk jasmani bagi Allah
(tajsim).
نحن نؤمن أن المشّبه والمج ّسم ضَلل، وأن من وصفنا بذلك فهو ظالم لنا، وسنقف
نحن وإياه بين يدي هللا عز وجل.
Kami beriman bahwa kaum musyabbihah dan mujassimah
adalah sesat, dan siapa yang menuduh kami demikian, maka dia
telah menzhalimi kami. Dan kami serta dia akan berdiri di
hadapan Allah ‘azza wa jalla kelak.
لكن غيرنا ال يفهم هذا، فمهما بّين َت له وشرحت له ال يفهم هذا.
Namun orang selain kita tidak memahaminya. Maka meskipun
kamu telah menjelaskan dan menerangkan padanya, dia tetap
tidak paham.
فأنا أقول: تُفهمه روي ًدا روي ًدا، وال تستخدم معه مثل هذه األمثلة، ألنه سينفر منها.
Maka saya katakan: Berilah pemahaman secara bertahap dan
perlahan-lahan, dan jangan gunakan contoh-contoh seperti ini,
karena ia akan merasa alergi terhadapnya.
مرنا النبي صلى هللا عليه وسلم أن نخاطب الناس
ُ
وإنما تخاطبه على قدر عقله، وقد أ
على عقولهم، علم ذلك بقوله: »أن يُكذ .« ّب هللا ورسوله
Berbicaralah kepadanya sesuai kadar akalnya. Nabi صلى الله عليه وسلم
memerintahkan kita agar berbicara kepada manusia sesuai
dengan tingkat akalnya. Ini dipafhami dari sabda beliau:
“(Takutlah) bila Allah dan Rasul-Nya didustakan.”
ُه؟«
»حّدثوا الناس بما يعرفون، أتريدون أن يُكذّب هللاُ ورسول
"Berbicaralah kepada manusia sesuai apa yang mereka kenal.
Apakah kalian ingin agar Allah dan Rasul-Nya didustakan?"
Semoga bermanfaat.
Akhukum Zaki Rakhmawan Abu Usaid